Antara Nobel, Pupuk, dan Mesiu (Resensi Buku “The Alchemy of Air”)

Pernah mendengar “Deret Malthus”? Deret yang menyebutkan bahwa ketersediaan sumber daya tidak sebanding dengan kecepatan pertumbuhan penduduk. Deret Malthus yang sudah kita hafal sejak sekolah menengah atau mungkin sekarang sekolah dasar, seperti alarm yang mengingatkan manusia, bahwa kecepatan pertumbuhan penduduk, akan jadi malapetaka besar karena ketersediaan sumber daya yang lebih lambat lajunya.

Era revolusi industri mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan kecemerlangan pengetahuan, dimana kedua hal tersebut mampu meminimalisir angka kematian, menambah angka harapan hidup. Itu berarti, jumlah mulut yang harus diberi makan bertambah karena bayi-bayi yang lahir bisa lebih lama hidup, dan orang dewasa pun tak cepat mati. Sadar tidak sadar, malapetaka berupa kelaparan dunia, seperti yang diprediksikan Malthus lewat deretnya, cepat atau lambat, akan menjadi kenyataan.

Pertanyaannya, mampukah masyarakat era itu, abad 18-19 memproduksi makanan yang mencukupi kebutuhan yang kian bertambah?

Menurut Thomas Hager, penulis buku The Alchemy of Air, bahkan pertanian paling efisien saat itu pun, yaitu pertanian di daratan China, praktis tidak akan mampu memenuhi kebutuhan pangan manusia.
Pertanian saat itu, masih mengandalkan pertanian konvensional dengan mengandalkan pupuk alami berupa kotoran ternak atau hewan maupun dedaunan, dalam rangka meningkatkan produksi pangannya.

Baca lebih lanjut