Pak Anies gubernur baru DKI Jakarta, saya hanya ingin menyampaikan unek-unek. Mumpung jalan Pak Anies masih baru, namun sudah mulai disibukkan mengerjakan banyak hal guna mengatasi seabrek masalah warga.
Pak Anies yang baik,
Saya termasuk yang berharap banyak dari Pak Anies, bukan karena kebetulan agama saya sama dengan Pak Anies, tetapi karena Jakarta butuh dipimpin pemimpin yang mampu melakukan pendekatan yang berbeda dengan Pak Ahok sebelumnya.
Pak Ahok tak sepenuhnya buruk seperti dirisaukan banyak pendemo berjilid-jilid itu. Saya rasa, jika kita mau jujur, ada hal-hal positif dari hasil kerja Pak Ahok. Namun, mindset pembangunan Pak Ahok yang terlalu condong melayani kepentingan pemodal, membuat terpinggirnya kalangan kelas menengah bawah.
Pak Anies pasti sadar, bahwa kelas menengah bawah itulah yang menggantungkan harapan kepada Pak Anies. Dulu mereka mengharapkan kepada duet Jokowi-Ahok yang menjanjikan Jakarta Baru dengan pendekatan yang lebih merakyat ala Pak Jokowi. Namun harapan mereka pupus. Kini, apakah harapan mereka jua akan pupus di tangan Pak Anies? Saya berharap tidak. Dan saya mendoakan Pak Anies mampu menjawab harapan mereka dengan baik melalui kebijakan dan program yang berpihak kepada kelas menengah bawah tersebut.
Pak Anies, pendekatan-pendekatan lama yang cenderung teknokratis dan berjarak dengan rakyat, harusnya mulai diganti. Libatkanlah rakyat, karena rakyat sudah tahan uji dalam mengatasi setiap permasalahan yang ada, bisa jadi rakyat sudah tahu bagaimana menyelesaikan masalah yang ada. Birokrasi yang melayani, tidaklah cukup, birokrasi juga harus mau mendengar, menggerakkan, dan memberdayakan, bekerja bersama rakyat, tidak terkucil di pojok ruangan ber-AC, di belakang meja penuh kertas laporan, dan di depan komputer yang hanya dibuka untuk menulis laporan rutin. Harusnya tak lagi zamannya birokrasi bekerja sekedar menjalankan rutinitas dan menghabiskan anggaran. Apa guna serapan anggaran tinggi tapi rakyat merasakan bahwa persoalan Jakarta belum tuntas? Jangan sampai sekedar mengerjakan sesuatu dengan alasan sudah dari dulu begitu atau sudah dari sononya. Jika suatu pendekatan terbukti sudah gagal berulang kali, mandek, dan tak ada kemajuan, harusnya berani mencari cara lain, pendekatan lain, opsi lain, di situlah peran penting Pak Anies. Bahwa ada cara lain yang mungkin, di luar yang sudah-sudah, dalam menyelesaikan masalah yang sudah lama tak kunjung selesai.
Saya yakin Pak Anies lebih paham dan sudah sejak lama mempraktekkannya. Namun kini Pak Anies tidak praktek sendirian, Pak Anies sebagai lokomotif harus mampu menarik gerbong-gerbong birokrasi bekerja dengan mindset dan pendekatan yang sama. Bila perlu, seperti kereta modern, lajunya tak hanya dikendalikan oleh lokomotif di depan, namun tiap gerbong memiliki tenaga utama untuk bergerak, namun tetap searah setujuan kemana mengikuti lokomotif.
Pak Anies yang baik,
Akhir-akhir ini, bahkan mungkin berbilang bulan, saya risau mendengar berbagai pernyataan Pak Anies dan Bang Sandi di media massa. Terkadang terlihat kurang sinkron, terlihat kurang matang.
Pak, saya tahu media mungkin tak sepenuhnya tepat mengutip, tetapi bila terus menerus terjadi, harusnya Pak Anies memahami bagaimana mencari solusi agar tidak salah dikutip. Pertemuan dengan jurnalis memang singkat, dengan sederet pertanyaan yang harus bapak jawab dengan padat, ringkas, dan langsung menjawab persoalan. Tidak mudah pasti. Berbeda dengan pidato atau diskusi di mimbar akademis atau ruang-ruang belajar. Tetapi justru di situlah seninya, Saya yakin Pak Anies sudah memahami dan mempraktekannya lebih baik dari saya yang cuma rakyat jelata ini.
Pak Anies yang baik,
Ada baiknya Pak Anies lebih mengatur tempo dalam memberi pernyataan, agar pernyataan yang keluar sepenuhnya clear, bukan sekedar wacana, apalagi wacana setengah matang. Saya rasa tak semua pemimpin daerah menguasai banyak hal teknis. Dan Saya yakin Pak Anies tak berhenti belajar untuk bisa memahami hal-hal teknis di luar bidang keilmuan Bapak. Karena walau bagaimanapun, Bapak pasti harus memahaminya, bukan? Untuk keperluan mengambil kebijakan, mengontrol kinerja birokrasi, dan memberi pernyataan publik melalui tinta jurnalis.
Bapak sudah dikelilingi birokrasi yang sudah malang melintang di dunia persilatan, dikelilingi para staf ahli atau tim yang ahli di bidang yang dibutuhkan, tak ada salahnya sedikit menahan diri dari memberi pernyataan ke publik (lewat jurnalis) jika memang sesuatu hal belum matang benar. Pun soal sinkronisasi pernyataan Pak Anies dan Bang Sandi, apakah gerangan yang terjadi? Apakah ada matahari kembar di Balaikota? Atau ada dua kepala yang berbeda dan jarang bertukar pikiran karena sudah sangat sibuk dengan rutinitas masing-masing? Manfaatkanlah biro humas atau semacamnya untuk membuat semua pernyataan publik yang keluar dari mulut Pak Anies dan Bang Sandi menjadi selaras, atau keduanya harus lebih berhati-hati dan menahan diri untuk tidak memberikan pernyataan publik jika belum pasti diketahui bersama. Contoh kasus, Pak Jokowi tak selalu memberi pernyataan ke publik, beliau terkadang cuma tersenyum atau menunda menjawab dengan gestur yang penuh senyuman. Tak masalah saya rasa demikian, daripada pernyataan yang keluar malah prematur dan tidak sinkron satu sama lain.
Pak Anies yang baik,
Akhir-akhir ini juga saya risau. Pak Anies mulai mencari kambing hitam dari persoalan yang ada. Masalah Jakarta memang seabrek, dan saya yakin akar masalahnya kompleks, itu mengapa perlu pendekatan yang komprehensif dalam mengatasinya. Bagi para pemimpin yang tak mau disalahkan, mudah mencari kambing hitam, karena toh biang masalahnya banyak. Pak Anies tentu masih ingat bagaimana Pak Ahok terjebak dalam pencarian kambing hitam ini. Pak Ahok gemar menuding pihak lain sebagi biang keladi masalah. Ambil contoh kasus masalah Banjir. Pak Ahok berulang kali mencari kambing hitam, dari mulai PLN, kabel gorong-gorong, orang miskin di pinggir kali, dan lainnya.
Kegemaran Pak Ahok ini, sayangnya dibenarkan oleh buzzer-buzzer yang mendukungnya. Dibenarkan pula oleh seleb dan kelas menengah yang puber politik. Sehingga Pak Ahok seolah di-Nabi-kan, tak mungkin salah, maka bila ada masalah pastinya itu berasal dari pihak lain, bukan sang Nabi, karena Nabi tak mungkin salah.
Pak Anies juga jangan latah untuk menyalahkan gubernur sebelumnya. Memang benar bahwa persoalan Jakarta tak baru muncul baru-baru ini, dan pastinya kepemimpinan Jakarta sebelumnya punya andil dalam membuat masalah tersebut belum sepenuhnya diatasi. Tetapi Pak, lagi-lagi, itu hanya perilaku mencari kambing hitam, tak akan menyelesaikan masalah, dan hanya memperlihatkan ketakutan untuk disalahkan.
Pak Anies pasti sudah tahu, Pak Jokowi yang Bapak dukung hingga menjadi Presiden, beberapa kali terjebak pada perilaku menyalahkan pemimpin sebelumnya. Dan karena selalu dibenarkan oleh buzzer dan fanboy-fanboy politik, maka seolah perilaku Pak Jokowi tersebut menjadi benar. Sama dengan Pak Ahok, Pak Jokowi oleh pendukungnya seolah diposisikan menjadi seorang Nabi yang selalu benar dan tak mungkin salah. Jika ada masalah, pasti penyebabnya karena pemimpin sebelumnya. Jika Pak Jokowi dituding gagal mengatasi masalah atau malah menimbulkan masalah, pasti si penuding akan dibully oleh pendukung-pendukung Jokowi tersebut, dilekatkan julukan, predikat, dan stereotip yang negatif pada si penuding.
Saya yakin, dulu Pak Anies mendukung Pak Jokowi hanya sebagai Presiden, bukan sebagai Nabi. Dan Pak Anies pasti tidak mau Pak Jokowi yang Bapak dukung diposisikan seperti Nabi oleh pendukungnya. Nah, kini Pak Anies bagaimana melihat diri sendiri? Apakah Pak Anies merasa didukung menjadi seorang gubernur Jakarta yang bertugas melayani rakyat, ataukah didukung menjadi Nabi? Pak Anies pasti sudah tahu jawabannya.
Selamat bekerja Pak Anies,
Salam sejahtera lahir dan batin.
*Sumber gambar: brilio.net