Perjalanan di Riau: dari Pekanbaru ke Rokan Hulu dan Siak

Tahun 2016 lalu berkesempatan berkunjung ke Provinsi Riau. Riau dikenal dengan religiusitasnya, dengan akar budaya melayu yang identik dengan islam. Potensi ekonomi pun cukup besar, seperti kata orang Riau, “atas minyak, bawah minyak” yang maksudnya adalah Riau terdapat kandungan minyak bumi di dalam tanahnya, sedangkan di atas tanahnya terdapat kebun sawit, penghasil minyak. Perpaduan minyak bumi dan minyak sawit harusnya memberi kesejateraan yang cukup bagi masyarakat Riau. Apalagi hampir setiap masyarakat Riau yang tinggal di pedesaan pasti bekerja di sektor perkebunan sawit, baik sebagai pemilik lahan, penggarap, atau buruh perkebunan sawit. Sawit yang bisa panen tiap dua pekan sampai satu bulan sekali, menjadi primadona dan tumpuan penghidupan masyarakat. Walau kejatuhan harga minyak dunia, dan kejatuhan harga sawit membuat harapan menguap, namun sawit masih tak tegantikan. Sayangnya, beberapa tahun terakhir ini, Riau sering mendapat kabar duka, ada saja pejabatnya yang terkena kasus korupsi dan digelandang KPK.

Beberapa hari di Pekanbaru selalu diisi dengan nongkrong-nongkrong bercengkrama ketawa-ketiwi sambil minum susu bandrek telur saat malam. Lumayan melepas penat setelah dari pagi hingga sore bahkan malam harus memeras otak. Selain itu, tak banyak waktu untuk menikmati Kota Pekanbaru. Hanya mencoba sholat Jumat di Masjid Agung, dengan kejadian seorang kawan harus kehilangan sendalnya. Pun kami kesulitan mencari air untuk wudhu karena saat itu aliran air mati.

Di Riau terdapat beberapa oleh-oleh khas seperti lempuk durian dan kue kemojo. Untuk membeli pernak-pernik khas Riau, bisa dicari di Pasar Bawah. Sedangkan bila mencari batik khas Riau, bisa mencari Corak Riau, terdapat motif khas yaitu motif rebung.

Baca lebih lanjut

Trip di Nusa Tenggara Timur: dari Kupang ke Ngada

Di akhir tahun 2013 saya berkesempatan berkunjung ke Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur. Tidak banyak hal yang bisa saya ingat atau ceritakan karena waktu yang singkat harus menyelesaikan pekerjaan. Hanya ada beberapa hal menarik yang saya ingat.

Kupang

Kupang merupakan ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur. Cuaca di Kupang sangat panas dan kering. Seperti halnya wilayah Indonesia bagian timur lainnya, hasil laut merupakan santapan wajib yang tak boleh dilewatkan. Terdapat banyak pantai, diantaranya: Pantai Lasiana, Pantai Pasir Panjang, Pantai Timor, Pantai Tablolong, Pantai Neam, atau objek wisata lainnya seperti: Air Terjun Oenesu, Air Terjun Oehala, Gua Kristal, maupun pulau-pulau kecil seperti Pulau Kera dan Pulau Semau.

Baca lebih lanjut

Ke Danau Toba Nyeberang Samosir

Saat itu beberapa orang dari Jakarta setelah usai kegiatan lapangan di Aceh memutuskan untuk menghabiskan waktu di Medan karena lebih dekat ke Medan dibanding ke Banda Aceh. Pun sebelumnya kami sudah banyak menghabiskan waktu di Banda Aceh. Kebetulan salah satu dari kami adalah lulusan kampus di Medan sehingga siap menjadi tour guide 😁

Medan

Tidak ada objek wisata yang spesial di Kota Medan, ya wajar sih namanya juga kota besar. Pada 2013 salah satu kawan kami yang lama kuliah di Medan bahkan menyebut, cuma ada “Istana Maimun, tapi ya gitu-gitu doang, buat anak sekolah liat-liat mungkin cocok”. Saya memahami perkataannya tidak dalam artian merendahkan, tapi karena ia lama hidup di Medan sehingga mungkin bosan bila hanya ke tempat wisata yang melihat-lihat saja, lokasinya di tengah kota yang padat pula.

Baca lebih lanjut

Menikmati Pulau Simeulue, Aceh

Perkenalan pertama dengan Simeulue adalah ketika menyimak berita tentang bencana Tsunami Aceh tahun 2004. Simeulue yang notabene-nya sebuah pulau kecil yang menghadap langsung ke Samudera Hindia sebagai pusat gempa, tapi diberitakan sangat minim korban jiwa. Terlapor kurang dari sepuluh korban jiwa di Simeulue, bandingkan dengan ribuan korban di Aceh (daratan Pulau Sumatera). Yang saya ketahui dari pemberitaan, Simeulue dilindungi hutan bakau yang masih terjaga dengan baik sehingga melindungi pulau kecil itu dari amukan gelombang tsunami. Hal yang paling berperan lainnya adalah adanya kearifan lokal tentang bahaya Tsunami, atau yang dikenal orang setempat dengan sebutan Smong. Smong yang konon pernah melanda Simeulue pada tahun 1907 dan membuat banyak korban berjatuhan. Tanda bahaya akan kedatangan Smong selalu diwariskan secara lisan dari generasi ke generasi, diantaranya lewat syair, didendangkan saat me-ninabobo-kan anak. Sehingga selalu melekat dalam benak masyarakat baik tua maupun muda.

Baca lebih lanjut