Partai Politik Islam, Mau Dibawa Kemana?

Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama islam, dengan populasi muslim sebesar lebih dari 80% sejatinya menjadi modal besar bagi parpol islam untuk berkuasa. Sayangnya, sejak era pemilu pertama setelah kemerdekaan, total perolehan suara parpol islam hanya pada kisaran 40an %. Memasuki era orba, parpol islam tak berkutik, selepas orba lengser, keadaan tak kunjung membaik, perolehan parpol islam apabila ditotal tak pernah mampu melebihi perolehan pada pemilu pertama (1955).

Anies Baswedan dan Dwight Y. King pada 2005, pernah melakukan survey dan mendapati, ceruk pemilih islam-ideologis hanya sebesar 30an %, sedangkan terbesar ada pada ceruk pemilih nasionalis-majemuk sekitar 60an% dan sisanya ceruk pemilih kedaerahan. Pengamat Politik Eep Saefulloh Fattah menyatakan, sangat sulit pemilih berpindah ceruk, sehingga parpol islam saling melakukan kanibalisme suara di dalam ceruk yang relatif tetap. Artinya, potensi suara parpol islam yaitu ceruk pemilih ideologis yang relatif tetap diperebutkan oleh banyak parpol islam, bila parpol islam satu mengalami kenaikan suara, maka diikuti penurunan suara parpol islam lain.

Potensi penduduk beragama islam yang mayoritas yakni 80an % tidak berbarengan dengan besarnya aspirasi islam-ideologis yang hanya sekitar 30an %. Partai Masyumi (yang terdiri dari ormas islam dan struktur peninggalan jepang hingga ke pelosok desa) dengan partai NU dengan akar pesantren yang menjamur di desa (ditambah partai islam lain seperti PSII ex-Sarekat Islam) terbukti gagal unggul dalam pemilu 1955.

Baca lebih lanjut